Rabu, 04 April 2012

Boy or girl? Technology allows you to choose the sex of your baby


Throughout history, humans have wished for a child of one sex or the other. At last gender selection is scientifically feasible. The most intriguing method is an in vitro fertilization technique called preimplantation genetic diagnosis.

 

Gender selection techniques

Preimplantation genetic diagnosis (PGD) was originally designed for detecting genetic diseases. It allows genetic analysis to be performed on early embryos prior to implantation and pregnancy. It was intended to exclude genetically defective embryos before they have a chance to develop. Typically one or both partners have been genetically screened and found to be a carrier for a inheritable genetic disorder.
The technique of preimplantation genetic diagnosis involves the removal of eggs from the woman and fertilization within the lab using standard IVF (invitro fertilization) techniques to create embryos. Embryos are then biopsied under microscopic observation and control to obtain one or two sample cells (blastomeres) for genetic analysis using either specialized DNA amplification or fluorescent hybridization systems. Male and female embryos can be differentiated by examining their chromosomes. If they spot a Y, they know it's male. After determining the sex of embryos, doctors implant the desired ones. While more invasive and costly (around 20,000 US Dollars) than other methods of gender selection, the success of preimplantation genetic diagnosis is virtually guaranteed.
An FDA trial involving a sophisticated sperm-sorting technology called MicroSort is more than halfway to completion. Through an extensive marketing campaign Genetics and IVF Institute (GIVF) were able to recruit more and more cases each month.
This experimental technique separates girl-producing sperm, which carry X chromosomes, from boy-producing sperm, which have Y chromosomes using an electrode that gives X's a positive charge and Y's a negative one. Charged plates then attract and separate X's and Y's, channeling them into different receptacles. Either sample can now be used to fertilize a woman's eggs, depending on the gender requested.
A third low-cost method which has been around fro decades is the Ericsson technique.  Sperm are poured on a viscous layer of fluid. The sperm carrying Y chromosomes swim faster than sperm carrying X chromosomes, reaching the bottom of the test tube sooner. They can then be extracted and used for insemination. Supporters of this technique claim an 85 percent chance of producing a boy. Critics say the odds are no better than 50% (rendering it ineffective).

Ethical issues

If couples can request a baby boy or girl, could picking one gender over the other become the 21st century's form of sex discrimination? Or could this upset the ratio of males to females? These explosive issues are undergoing heated debated in the medical circles. Preimplantation genetic diagnosis also takes us back to the question of whether the destruction of an embryo is equivalent to the murder of a human. Children are going to hold their parents responsible for having made them this way. Currently there are no laws against performing gender selection in the United States.

Fasih Dua Bahasa Bikin Otak Sehat

Ghiboo.com - Menguasai bahasa asing ternyata tak hanya mempermudah Anda untuk bersaing di dunia kerja, namun penelitian terbaru menemukan bahwa menjadi bilingual baik bagi kesehatan mental Anda di kemudian hari.
Peneliti dari York University percaya bahwa fasih berbahasa dua bahasa bisa memperkuat jalur kunci di otak dan meningkatkan fleksibilitas mental.
Penelitian yang dipimpin oleh Dr Ellen Bialystok mengamati beberapa orang bilingual. Peneliti menggunakan metode perilaku dan neuroimaging untuk memeriksa efek bilingualisme pada kognitif orang dewasa.
Dari hasil pengamatan, peneliti menemukan saat seseorang menggunakan bahasa berbeda, maka daerah otak yang memengaruhi perhatian umum dan kontrol kognitif menjadi aktif. Hal ini dapat mengkonfigurasi ulang dan memperkuat jaringan kontrol yang digunakan untuk memproses kedua bahasa, serta dapat meningkatkan 'fleksibilitas mental' atau kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Penelitian yang telah dipublikasikan dalam jurnal Trends in Cognitive Sciences juga menunjukkan bahwa bilingualisme meningkatkan cadangan kognitif yang melindungi dan merangsang aktivitas mental atau fisik pada fungsi otak yang sehat. Cadangan inilah yang membantu menunda timbulnya gejala demensia atau kepikunan.
"Kesimpulan dari temuan kami menunjukkan bahwa pengalaman seumur hidup dalam mengelola dua bahasa mereorganisasi jaringan otak tertentu, menciptakan dasar yang lebih efektif untuk kinerja kognitif yang lebih baik selama kehidupan. Pengalaman yang intens dan berkelanjutan meninggalkan bekas pada pikiran dan otak, dan sekarang jelas bahwa otak orang bilingual telah dibentuk oleh pengalaman yang unik," papar Dr Ellen Bialystok, dikutip melalui Dailymail, Senin (2/4).

(500) Days of Summer Scribers' New Project

Duet penulis naskah Scott Neustadter dan Michael H. Weber akan segera memulai proyek terbaru mereka, sebuah adaptasi dari novel buah karya John Green, The Fault in Our Stars. Kisahnya sendiri akan berfokus pada dua remaja penderita kanker yang bertemu di sebuah support group dan mengembangkan hubungan pertemanan. Novelnya sendiri mengikuti perjalanan keduanya dalam menghadapi penyakit mereka seraya keduanya saling menguatkan terhadap masa depan yang masih belum jelas tersebutt. Untuk mengangkat kisah tersebut ke layar lebar, Fox 2000 selaku studio serta produser Wyck Godfrey dan Mark Bowen menyewa Neustadter dan Weber yang terkenal berkat naskah mereka (500) Days of Summer.
Mengingat kesuksesan keduanya dalam meramu drama dan komedi dalam film yang dibintangi oleh Joseph Gordon-Levitt dan Zooey Deschanel tersebut bisa jadi hal yang sama juga akan mereka terapkan dalam adaptasi The Fault in Our Stars. Keduanya baru saja menulis naskah untuk komedi Rosaline, yang mengisahkan cerita cinta klasik Romeo dan Juliet dilihat dari sudut pandang mantan kekasih Romeo. Michael Suscy (Mildred Pierce) akan menyutradarai film yang sedianya dibintangi  oleh Lily Collins, Deborah Ann Woll, dan Dave Franco ini. Selain itu, Neustadter dan Weber juga baru mengadaptasi kisah remaja The Spectacular Now yang diproduseri oleh Shawn Levy.